Kejahatan Korporasi a la PLN
12March 28, 2008 by Tara
Rekan-rekan,
Di tengah hirup pikuknya diskusi tentang PLTN, isu kenaikan tarif
listrik dan BBM, berikut ini adalah informasi dari teman-teman kita
di PT PJB (Pembangkit Jawa Bali), yang merupakan anak perusahaan PLN
dalam supply energi listrik, tentang perselingkuhan yang dilakukan
PLN dan perusahaan swasta penyuplai listrik. Perselingkuhan yang
dilakukan telah menyebabkan tingginya subsidi untuk listrik di negeri
ini. Parahnya, perselingkuhan tersebut telah dilakukan berkali-kali.
Dari mulai masalah harga beli listrik oleh PLN dari swasta, tender
pembangunan Paiton 3 & 4 oleh PT PEC dan PT Jawa Power, dan lain-
lain.
Akibat perselingkuhan tersebut, negara rugi triliunan rupiah dalam
bentuk subsidi. Mengapa rugi? Karena subsidi tersebut sebenarnya
bukan subsidi negara kepada PLN atau masyarakat, tapi subsidi negara
bagi perusahaan-perusahaan swasta tersebut. Selengkapnya dapat
diakses di website mereka:
http://paiton34.info
Berikut contoh perselingkuhan:
Mari kita hitung2 sedikit…..
Ini adalah pemakaian untuk rakyat kecil kelompok R-1
Daya : 450 VA
Biaya Beban : Rp 11.000/kVA
Blok Biaya Energi
I : 0-30 kWh Rp 169/kWh
II : 31-60 kWh Rp 360/kWh
III: > 60 kWh Rp 495/kWh
Konsumsi rakyat kecil (diasumsikan) :
1. Lampu total 75 Watt yang dipakai selama 12 jam sehari:
Akan memakai listrik = 75 x 12 x 30/1000 = 27 kWh
2. TV 75 Watt yang dipakai selama 6 jam sehari:
Akan memakai listrik = 75 x 6 x 30/1000 = 13,5 kWh
3. Total konsumsi per bulan: 40,5 kWh
Biaya yang harus dibayar RT 450 VA :
(0,45 x 11.0000) + (20 x 169) + (20,5 x 360) = Rp 15.710,-
Sekarang kita hitung dana yang harus dibayarkan PLN kepada supplier,
dalam hal ini bila membeli dari PJB atau PEC (PLN membeli listrik
dari PJB Rp. 292.37 per kWh, sedangkan dari Paiton PLN memberi
listrik Rp. 596.88 per kWh):
PLN Bayar kepada PT PEC : 40,5×596,88 ~ Rp 24.174
PLN Bayar kepada PT PJB : 40,5×292,37 ~ Rp 11.841
Kesimpulannya :
1. Bila membeli dari PJB, PLN akan menerima keuntungan dari R1 450 VA
sebesar:
Rp 15.710,- – Rp 11.841,- = Rp 3.869,- setiap bulan.
2. Sedangkan bila membeli dari PEC, PLN akan memberi subsidi sebesar:
Rp 24.174,- – Rp 15.710,- = Rp 8.464,- setiap bulan.
Sebagai informasi, pada tahun 2005, komposisi biaya PT PLN (Persero)
yang dikeluarkan untuk pembelian listrik swasta mencapai 18% dari
total cost. Pembelian listrik dari PT Paiton Energy Company (PEC)
selaku produsen listrik swasta sebesar Rp. 4,82 T, sedangkan
pembelian listrik dari Anak Perusahaan PT PLN (PT PJB), hanya sekitar
Rp. 1,1 Triliun, sehingga dapat dikatakan bahwa PT PLN (Persero)
harus mensubsidi sekitar Rp. 3,72 T/tahun kepada PT Paiton Energy
Company (PT PEC).
Pernyataan ini dikemukakan bukan berarti anti terhadap asing
(produsen listrik swasta), namun sekedar mempertanyakan dimanakah
kecenderungan hati nurani kita untuk berpihak? Pada saat pemerintah
RI sedang kesulitan untuk memberikan subsidi pada sektor
ketenagalistrikan, ternyata masih ada potensi pemborosan uang Negara
berupa pemberian “subsidi” kepada produsen listrik swasta yang telah
mengeruk banyak keuntungan dari penjualan energi listrik kepada PT
PLN (Persero) yang lebih mahal jika dibandingkan dengan harga
penjualan energi listrik dari PT PLN (Persero) kepada masyarakat. Ini
adalah bentuk “kejahatan korporasi” yang akan menyebabkan kematian
Anak Perusahaan secara perlahan-lahan.
Glossary:
1. PT PJB: BUMN, anak perusahaan PLN, penyuplai listrik
2. PT PEC (Paiton Energy Company): Perusahaan patungan Amerika-
Jepang, menjual listrik ke PLN, pemilik Paiton I di blok 7 dan 8
3. PT Jawa Power: Perusahaan swasta, pemilik Paiton II di blok 5 & 6
Salam,
Sidik
Note: Ini bukan tulisanku. Sekedar posting dari tulisan yang diberikan oleh temenku orang PLN.
Mas Tara,
Sebetulnya ada klarifikasi berkaitan dg posting ini, terutama yg berkaitan dg sejarah terjadinya transaksi2 tsb. Nanti saya forward ke email anda.
@ Taufik
Klarifikasi dari Zaki ntar diposting juga ya
Yup, kalau udah dapat info dari Zaki, ntar aku posting kali ya..
Duh, sampai hati yah mereka memakai uang rakyat untuk ini… kemarin lihat SBY nonton ayat2 cinta dan terharu, apa dia gak terharu melihat rakyatnya miskin karena uang nya di ambil PLN dengan cara begini yah? ….
@zaki & tara
getol banget dah..ngebahas ginian.
kalau aku..make aja lah..paling nggak menghemat pemakaian..
hehehe..
(btw, rencana kita kemaren gagal ya… maaf..maaf..
trus jadi lagi nggak?)
Inilah email yang di-fwd Zaki ke aku:
—————————–
Salam sejahtera rekan2 semua,
Kalau di Paiton swasta ada KKN, saya kira kita semua sudah lama mengetahuinya. Pejabat pemerintah AS sendiri pun mengakui bahwa proyek ini “corrupt from the beginning.” PLN sendiri sudah membawa kasusnya ke pengadilan sejak tahun 1999 bahwa proyek yang didanai AS dan Jepang ini penuh dengan KKN (terkait dengan keluarga almarhum Soeharto).
Bahwa akhirnya subsidi listrik pemerintah juga mengalir ke perusahaan2 asing, saya kira hal ini bukan tidak diketahui PLN dan pemerintah. Yang terjadi saya kira (saya belum baca dan kalau tidak salah ada perjanjian untuk renegosiasi harga dengan kompensasi perpanjangan masa pembayaran hutang proyek ini), PLN “terpaksa” membeli listrik Paiton swasta karena telah terikat kontrak. Jika kontrak ini dilanggar, maka Paiton swasta dapat menuntut ke badan arbitrase internasional. Akibatnya bisa seperti kasus Pemerintah (Pertamina) yang dituntut harus membayar US$ 299 juta pada kasus PLTP Karaha Bodas.
(http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2004/08/20/brk,20040820-01,uk.html )
Jadi judul yang tepat menurut saya, “Kejahatan Korporasi oleh Keluarga Soeharto”.
Wallahu ‘alam bissawab,
M. Imaduddin
———
@Puak
Aku sih nggak masalah mau ketemuan. Cuman.. waktunya itu lho, susah nyari yang pas.
@Zaki
link : . Pejabat pemerintah AS sendiri pun mengakui bahwa proyek ini “corrupt from the beginning.” Kok nggak nyambung ya?
@Rindu
Ditunggu kerinduannya:p
Sayang waktunya online gak pas
susah bgt indonesia ini berubah, ga bakalan maju2 negara kita 😦
Ini ada email lagi dari Zaki :
===============
From: IndoEnergy@yahoogroups.com [mailto:IndoEnergy@yahoogroups.com] On Behalf Of Tri.Setyanto@ytljt.com
Sent: Wednesday, April 09, 2008 7:37 AM
To: IndoEnergy@yahoogroups.com
Subject: Re: [IndoEnergy] Kejahatan Korporasi a la PLN
Sebenarnya saya akan menulis hal yang sama tapi karena saya sekarang kerja untuk pembangkit swasta maka saya rikuh nanti dikirain membela diri.
Dari perhitungan bapak Satrio yang lalu tampaknya beliau hanya ingin menekankan bahwa PLN membeli listrik mahal dari swasta dan menjual agak murah ke masyarakat, tetapi tampaknya data itu kurang tepat karena kurang komplit.
PLN memberikan harga murah untuk R1 pada konsumsi dibawah 20 KWH saja (rp 390), untuk 20 – 60 kwh rp 445, dan lebih besar dari itu rp 495, untuk tarif R3 (industri yang mana konsumsinya lebih banyak) maka tarifnya rp 621 per Kwh.
Setahu saya PLN beli dari pembangkit seharga 4.6 sen ( rp 423) dari Paiton Unit 5 dan 6 (Jawa Power), dan 4.9 sen (rp 450) dari PT PEC.
Jadi melihat perhitungan diatas masih ada selisih harga yang lumayan juga, sedangkan harga murah ke-masyarakat memang harga ini untuk konsumsi listrik yang kecil yang memang merupakan subsidi untuk orang kecil, dirumah saya saja yang peralatan listriknya nggak banyak pemakaian listrik sebulan sampai 350 kWH.
Mungkin pendapat2 yang beredar (spt di millist ini sebelumnya) bisa jadi merupakan argumen dari teman2 PJB yang sekarang belum di beri kesempatan mengelola unit 3 dan 4, yang oleh pejabat pusat PLN lebih suka diberikan ke PEC yang mana dengan investasi yang dikelola PEC maka sumber dana pembangunannya dari Luar negeri alias ada modal asing masuk, sedang kalau dikelola PJB rencananya menggunakan sidikasi bank dalam negeri membuat tidak ada investasi yang masuk (malah biasanya banyak sunatannya).
ssttt.. yang ini of the record: Jika pembangkit dikelola PLN batubaranya juga sering telat (beberapa minggu yg lalu sempat pinjam2 ke PEC dan Jawa Power batubaranya) karena …???#%$^
suwun, maaf kalau ada yang salah mohon di koreksi.
wassalam wrwb.
===========
Note: Tulisan pertama mengatakan harga beli PLN ke PEC Rp. 596.88 per kWh, sedangkan harga jual ke industri = Rp 621/kwH. Artinya kalau semua yang dibeli dari PEC langsung dijual ke Industri, artinya.. PLN untung dong??
Setahuku persentase nilai penjualan listrik ke industri lebih tinggi dibandingkan ke konsumen rumahan.
Sederhananya.. PLN beli ke PJB dijual ke konsumen rumahan ==> untung. PLN beli ke PEC dijual ke industri ==> untung juga. So, buat apa subsidi ke PLN??
Butuh angka detail tuh sebenarnya untuk menilai apakah ada manipulasi subsidi.
Ini masih email dari Zaki pula :
========
Budi Sudarsono
Sent by: IndoEnergy@yahoogroups.com
04/07/2008 10:42 PM
Please respond to
IndoEnergy@yahoogroups.com
To IndoEnergy@yahoogroups.com
cc
Subject Re: [IndoEnergy] Kejahatan Korporasi a la PLN
Rekan2 Anggota Milis Indoenergy Yth.,
Bagi yang mengikuti perkembangan kelistrikan di Indonesia sejak tahun
1990 sampai sekarang, sebenarnya “kejahatan korporasi” seperti yang
dituduhkan itu sebenarnya tidak ada. Sejak kontrak IPP sebanyak 27
buah sudah selesai di-renegosiasi, tarif listrik yang dibayar kepada
IPP sudah jauh menurun ketimbang kontrak PPA awal yang disepakati
selama masa Orde Baru, dari 8 sen hingga di bawah 5 sen/kWh (mungkin
angkanya yang tepat bukan itu tetapi sekitar itulah). Ketika
renegosisasi tarif memang posisi PLN-RI agak lemah, tetapi kita
bersyukur berhasil turun tarifnya.
IPP tak dapat dihentikan, karena permintaan listrik di
Jawa-Madura-Bali terus menanjak !
Bahwasanya PJB dibayar oleh PLN lebih rendah lagi, ya itu adalah
lumrah karena pembangkit PJB dibangun dengan pendanaan Pemerintah
plus pinjaman lunak, sedang IPP adalah modal swasta. Soalnya, tanpa
swasta kita tak dapat membangun pembangkit listrik baru pada tahun
1990-an, karena sejak Uni Sovyet bubar tahun 1989 persaingan antara
AS dan US untuk memberi pinjaman lunak (“bantuan luar negeri”)
praktis berhenti dan Bank Dunia pun tak dapat banyak membantu lagi.
Makanya muncul privatisasi atau swastanisasi.
Soal subsidi listrik yang besar, itu juga bukan kesalahan PLN semata,
karena “Pemerintah” yang paling bertanggung-jawab. Pemerintah dalam
hal ini adalah Pemerintah Orde Baru yang memerintahkan PLN membangun
listrik masuk desa dengan memasang sampai 5000 pembangkit diesel yang
memakai minyak solar (dan berhasil menambah pelanggan listrik RT
kecil sebanyak 2 juta), dan juga Pemerintah sesudah reformasi yang
mematok harga minyak solar pada tingkat yang jauh lebih tinggi
ketimbang sebelumnya (dengan maksud mengurangi subsidi BBM, tetapi
terpaksa menombok PLN dengan subsidi listrik).
Semoga tulisan di atas membantu memberikan pengertian.
Wasalam,
Budi Sudarsono
Ketua, Masyarakat Peduli Energi dan Lingkungan (MPEL); Sekretariat Tel. 62-021 75906564 ; Blog: http://feea3.blogspot.com/,
Anggota, Komisi Ahli Tenaga Nuklir, Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Website pribadi: http://www.geocities.com/budi_sudarsono/index.html
Res. +6221-7243291 Fax: +6221-7396189 Mob. +62812-9601614
======
Seperti commentku sebelum ini. Sepertinya tidak bisa menilai dengan benar sebelum melihat dokumen hitung-hitungan resmi yang menjadi dasar subsidi ke PLN.
Pertanyaan yang muncul, apakah subsidi ditujukan untuk 5000 pembangkit diesel itu?
Sepertinya informasi yang muncul suka sepotong-sepotong deh.. Untungnya setiap comment aku selalu memberi catatan bahwa aku belum menentukan sikap. Hehe.. cari selamat:D.
Bukan gitu sih.. cuman emang aku pengen berhat-hati aja. Sebelum tahu informasi dengan benar, tidak baik langsung mengambil sikap.
Aku jadi keingetan. PLN itu untuk Jawa dan Bali beli listriknya ke PJB. Untuk luar jawa-bali, kalau nggak salah pengadaan sendiri. Jadi memungkinkan kalau ternyata subsidi itu untuk listrik di luar jawa yang menggunakan solar (karena di luar jawa kebanyakan untuk rumah tangga). Tapi kalau nggak salah, pelanggan di Jawa-Bali itu jumlahnya jauh lebih tinggi daripada luar Jawa-Bali. Kembali.. berapa persisnya angkanya, aku tidak tahu.
Sekedar gambaran: Dulu aku pernah terlibat penghitungan subsidi PT. KAI (Kereta Api Indonesia). Sebelum penghitungan yang kita lakukan, pola subsidi berdasarkan kumpulan kwitansi yang diberikan oleh PT. KAI ke Pemerintah. Setelah team dari ITB melakukan penghitungan teknis, angka subsidi dihitung berdasarkan formula. Ternyata hasilnya, ada perbedaan significant nilai subsidi yang seharusnya (selisih sampai 200an M atau lebih kalau nggak salah deh.. Tapi nggak tahu kalau 200an M itu kecil buat negara:D. Buat aku mah gedeeee…)
Kembali ke kasus PLN ini. Aku nggak tahu, apakah pola subsidinya berdasar perhitungan teknis atau berdasar kumpulan kuitansi? Kalaupun berdasar perhitungan teknis, apakah perhitungan teknisnya udah benar atau ada yang salah? Dalam perhitungan teknis, terkadang selisih 0.01 aja bisa bernilai ratusan milyar. Jadi harus cermat sekali meneliti formula subsidi itu.
*banyak yah pembahasan tentang ini ternyata …. *
semoga kita bisa memperjuangkan listrik murah
saya sedikit menambahkan hal yang teman-teman bahas disini, sebelumnya saya bedakan terlebih dahulu permasalahannya,
1. permasalahan harga beli dan harga jual listrik dari PLN dan PAITON
2. subsidi yang diberikan oleh pemerintah untuk menutupi anggaran PLN
1. PLN dalam menerapkan harga beli tenaga listrik kepada IPP memiliki patokan dan dasar yang jelas yang menjadi dasarnya adalah
Permen ESDM 044/2006 tentang Patokan harga levelized pembelian tenaga listrik PLTU batubara non mulut tambang serta
Permen ESDM 14/2008
• Harga patokan penjualan tenaga listrik dari
pembangkit listrik tenaga panas bumi
Harga levelized pembelian tenaga listrik PLTU Batubara Non Mulut Tambang
(dengan asumsi harga batubara 30 US$/ton dan kurs 1 US$ » Rp 9.200,-)
Harga Patokan Pembelian Tenaga Listrik Dalam Rangka
Percepatan Diversifikasi Energi
(Sesuai Permen ESDM No. 044 Tahun 2006)
Dalam hal harga ditetapkan dalam rupiah
• Rp 520/kWh untuk kapasitas s.d. 25 MW per-unit;
• Rp 495/kWh untuk kapasitas > 25 MW s.d. 150 MW per-unit;
• Rp 485/kWh untuk kapasitas > 150 MW per-unit.
Dalam hal harga ditetapkan dalam dollar AS
• 4, 95 sen Dollar AS/kWh untuk kapasitas s.d. 25 MW per-unit;
• 4,75 sen Dollar AS/kWh untuk kapasitas > 25 MW s.d. 150 MW per-unit;
• 4,50 sen Dollar AS/kWh untuk kapasitas > 150 MW per-unit.
Dalam hal harga ditetapkan berdasarkan Tarif Dasar Listrik (TDL)
• 70% TDL untuk kapasitas s.d. 25 MW per-unit;
• 65% TDL untuk kapasitas > 25 MW s.d. 150 MW per-unit;
• 60% TDL untuk kapasitas > 150 MW per-unit.
Harga pembelian tenaga listrik dapat disesuaikan sepanjang disepakati kedua belah pihak terhadap
perubahan indikator, inflasi, faktor kapasitas pembangkit, dan harga batubara
sehingga dalam menentukan harga yang digunakan dalam kerjasama pembelian listrik kepada IPP terdapat campur tangan dari pemerintah.Harga pembelian tenaga listrik yang ditetapkan oleh Pemerintah adalah harga patokan tertinggi.
Sedangkan besaranya nilai kontrak adalah merupakan kesepakatan kedua belah pihak sesuai
mekanisme Bussiness to Bussiness.
Proses penetapan harga patokan tersebut bersifat “bottom-up”, yaitu berdasarkan usulan PT. PLN
(Persero).
Penyesuaian harga pembelian tenaga listrik dimungkinkan, sepanjang disepakati kedua belah pihak
dan tercantum dalam kontrak jual beli tenaga listrik.
2. untuk permasalahan subsidi yang diberikan oleh pemerintah.
pemerintah memberikan subsidi didasarkan atas anggaran yang telah dikeluarkan selama tahun berjalan, untuk subsidi tahun 2008 merupakan subsidi yang diberikan terhadap tahun anggaran 2007 oleh sebab itu PLN disebut BUMN yang mempunyai banyak utang karena untuk pengeluaran tahun ini dibayarkan tahun depan.
untuk besaran nilai subsidi yang diberikan tergantung dari kebijakan pemerintah bersama dengan DPR yang membahas besaran APBN yang digunakan untuk subsidi listrik.
dalam hal ini PLN hanya selaku PKUK (Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan) yang membangun,menyalurkan kepada pelanggan.